Tuesday, November 11, 2014

Pada Angin Ku Bicara


 

Melihat diam-diam. Itulah kebiasaan Nara akhir-akhir ini setelah mengetahui sebuah perasaan semu kepada sesosok teman pria sekelasnya. Pria yang membawanya dalam keadaan yang lagi-lagi menyakitkan. Cinta Sepihak. Setidaknya, itulah pemikiran nara setelah nara mengetahui perasaan yang sebenarnya. Karna yang ia ketahui, pria yang bernama agsan itu sudah punya kekasih. Huh, nara
paling benci dengan yang namanya cinta sepihak. Karna ia pernah merasakan rasa itu waktu SMP dulu, rasa dimana orang yang kau cintai tak bisa membalas perasaanmu saat itu juga. Rasa menyakitkan itu, rasa yang membuat ia menyiakan-nyiakan waktunya yang berharga hanya untuk mencintai 1 orang pria. Dan kini, setelah rasa itu telah perlahan-lahan menghilang, muncul lah sosok pria yang membuat ia mengalami kejadian itu lagi. Serasa dunia tak adil padanya. Merasa bahwa dunia begitu kejam.
‘Apa yang harus aku lakukan? Sejatinya, aku tak menginginkan perasaan ini. Tapi, aku juga menginginkan dia untuk menjadi milikku. Apa yang harus aku lakukan, Tuhan?’, tanya nara pada angin sambil melamun.
“hei, awas nanti kesambet loh! Kan, kata pak sam, di kelas kita ini banyak hantu berbulu yang konon katanya, hantu berbulu itu suka merasuki orang yang sering melamun seperti kau!”, seru jihan setelah menepuk kedua tangannya seraya diarahkan ke wajah nara.
“eh, iya iya.”,
“memangnya apa yang lamunkan, punya masalah yah, cerita donk!”, paksa jihan
“enggak kok, bukan masalah penting. Bukankah, nanti ada ujian lisan? Kau tak belajar apa?”, jawab nara sambil bertanya untuk mengalihkan pembicaraan yang bisa-bisa membuat jihan malah Tanya terus seperti kata-kata jawa “takok terus sak oyot-oyot te”, hahaha.
“Ooh iya ya.”, kata jihan sambil tepuk jidat sebelum mengeluarkan buku matematika yang akan menjadi ujian lisan kali ini.
~~
Bergegas ke perpustakaan adalah tujuan nara kali ini. Ia ingin mengembalikan contoh soal yang membuat ia mudah mengerjaka  ujian kala itu. Nafasnya tercekat sesaat setelah sampai di depan pintu perpustakaan. Dengan kedua mata kepalanya sendiri serta hati yang turut terluka meyaksikan 2 orang berlainan jenis sedang tertawa bersama. Memang apa salahnya pasangan yang akhir-akhir ini jadian saling mengumbar lelucon satu sama lain, memang siap yang melarang. Tapi, pria itu, pria yang berada di samping gadisnya adalah pria yang setengah mati ia cintai beberapa bulan ini.
“Maaf permisi..”, sopan nara yang di balas dengan anggukan oleh sang pria sebelum kembali bercanda ria. Otaknya buntu, hatinya kecewa, perasaannya marah, bukan karena apa, tapi, pria itu, pria itu bahkan tahu bahwa nara menyukainya.tapi kenapa seolah-olah, pria itu tak mengetahui apapun.  Dulu, dimana sikap nara yang sangat kentara padanya, sikapcuri-curi pandang, dan coret-coret nama gabungan mereka –nasan—di beberapa meja yang kursinya berhasil ia duduki.  apalagi semua teman karib dan teman biasanya banyak yang mengetahui bahwa gadis itu mencintai pria itu. Sehingga, sangat mudah pria itu ketahui bahwa teman satu kelasnya itu mencintainya. Tapi, apa yang ia perbuat sekarang, tidak bisa menjaga perasaan wanita yang mencintainya. Memang benar adanya, bahwa nara bukan siapa-siapanya. Tapi pikirkan lagi, nara sangat mencintai pria itu, di matanya Nampak sesosok lelaki yang sempurna setiap memandang pria itu, yah, meski tak ada manusia yang sempurana. Tapi, mau dikata apa, cinta memang membutakannya.
Ia bergegas pergi dari perpustakaan yang pada hari itu juga ia kutuk. Ia tak menangis, ia tak akan mau menangis di sekolah, apalagi di depan seorang pria yang bahkan tak akan pernah bisa memandangnya. Mungkin dirumah, ia akan menangis sepuas-puasnya.
‘Maafkan aku, aku bukan yang terbaik untukmu. Terima kasih telah mencintaiku, Nara.’
Sebenarnya, lelaki itu sedikit punya perasaan pada nara karna lambat laun sikap nara padanya membuat ia kagum pada sosok nara meskipun gadis itu tidak cantik menurut teman-temannya. Tapi, mereka yang saat itu masih polos, masih belum mengerti arti cinta sesungguhnya. Cinta yang dimana adalah perasaan pada seseorang tanpa punya alas an yang jelas kenapa mereka saling mencintai. Cinta bukan tentang dimana kita merasa bahwa tak pantas untuknya. Tapi cinta selalu berada pada batas yang untuk selamanya tak akan ada kata tak pantas. Karna cinta tak butuh saling menyamakan, tapi cinta itu butuh yang namanya  saling melengkapi.


SELESAI

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya.